I made this widget at MyFlashFetish.com.

Jumat, 01 Oktober 2010

Delapan Peri by Sitta Karina

Novel terbaru Sitta Karina ini sebenarnya adalah kumpulan cerita-cerita pendeknya sang penulis yang digabung jadi satu. Karena buku ini belum terbit, kamu bisa ikutan PRE ORDER SPECIALnya.
Bagi yang ingin pre-order kumpulan cerpen DELAPAN PERI ini di @TerrantBooks, 200 pemesan pertama akan dapat TTD Sitta Karina + disc 35% + voucher Yogu Buzz. Harga buku yang tadinya Rp 39,500 jadi cuma Rp Rp 25,675. Asyik kan? Nah, langsung aja ya kalian email ke terrantbooks@yahoo.com.

Untuk tau sedikit isi dari buku ini, baca cuplikan cerita di bawah ini. Nice reading guys  :)

AMIRA, GULALI; ALAM MIMPI. Malam ini Amira kembali jatuh ke dalam bantalan lembut toples  merek GULALI, kembang gula favoritnya. Tangannya meraba-raba kaca toples dari dalam—duh, ia merasa kecil sekali! Seperti mini-me. Berjejalan di antara kembang gula warna-warni yang empuk seperti puff bedak mukanya.Dan lagi-lagi peraturan yang berlaku di dalam toples masih sama: Amira hanya boleh memilih satu kembang gula saja. Padahal ia ingin memakan semua, tidak hanya warna pink.
“Kenapa hanya boleh satu, kan di sini ada banyak?” Amira mendangak ke atas.
“Karena memakan satu saja berarti memilih,” Gulali si toples menjawab dengan sabar.
Sebelah alis Amira naik. “Alaah.. cuma kembang gula aja; bisa ngambil sambil merem.”
“Merem atau melek, tetap saja kau harus memilih.”
Memilih, memilih, memilih! Amira melotot. Dari tadi toples Gulali terus-terusan mengulang kata yang sama. Bikin ia tambah kesal. “Memangnya apa sih pentingnya memil—“
“Oooh, tentu saja penting!” potong Gulali. Gema suaranya membuat tumpukan kembang gula bergetar naik-turun, mendesak tubuh Amira. “Sesimpel apapun masalahnya, memilih atau membuat pilihan adalah hal krusial yang akan mempengaruhi kehidupanmu sedetik, semenit, sehari atau bahkan setahun kemudian. Nah, sekarang pilih satu.”
Amira menatapi pantulan dirinya pada kaca toples lalu mengambil yang berwarna kuning. Toh ia sudah biasa makan yang pink.
“Persahabatan.” Gulali membacakan kata pada kembang gula pilihan Amira.

Amira memutar kedua mata, jadi teringat masalahnya di sekolah.
“Apa yang akan kau pilih dalam persahabatanmu kali ini, Amira?”
Belum sempat ia menjawab si Gulali, jam weker di samping tempat tidurnya sudah berdering keras.
Amira terbangun dengan kaget. Benar-benar mimpi yang aneh!
AMIRA, REIMER, SHAKTI; SEKOLAH. Amira, Reimer, dan Shakti adalah tiga sekawan yang masuk SMA sama. Mereka sudah main bareng sejak SMP.
Reimer memperlihatkan tiga lembar tiket konser. “RAN. Nanti malam.  Black Cat Plaza Senayan Arcadia. Gue yang traktir!”
“Tapi kan, Ji—?” Amira memotong, merasa tidak enak.
“Anything for my lifetime BFFs,” Reimer merangkul kedua sobatnya bersamaan, lalu berpaling ke Shakti. “Lu ntar maen futsal, nggak?”
Shakti mengangguk sedangkan Amira hanya tersenyum kecil. Ia selalu terjepit di tengah-tengah; Reimer yang bapaknya banker, alias si empunyanya bank besar di Indonesia, serta Shakti yang ibunya merupakan anak mantan menteri serta relasi dari klan konglomerat Hanafiah.
Sedangkan Amira? Amira hanya orang biasa; bapaknya pegawai kantoran biasa dan ibunya seorang ibu rumah tangga yang mengelola catering di rumahnya.
Tapi ketiga anak ini dipertemukan takdir dan tak terpisahkan setelahnya. Seolah-olah perbedaan di antara mereka tak pernah eksis. Reimer senang
membanjiri mereka dengan segala traktiran makan super-enak, iPhone, tiket konser Maroon 5 (di Jepang, bukan di Singapura) sampai yang terkini adalah mengusahakan farewell party Shakti di X2. Amira adalah si miss management yang mengatur keperluan kedua sahabatnya, mengurus Reimer dan Shakti dengan telaten. Makanya dulu di SMP ia dapat julukan “ibunya anak-anak”.  Sementara kedua sobatnya hidup dalam sederet jadwal yang padat, Shakti adalah si penyendiri yang sebagian besar waktu nampak diam saja.

Seperti novel-novel Sitta Karina yang selalu worth to buy, nggak ada salahnya kalo kita beli novel yang satu ini juga. Buruan email dan pesan novelnya. :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar